AYA (Percikan GADIS) - AngeLinuks

Sedang mencoba terus berbenah. Hope you enjoy it. :)

Latest Update
Fetching data...

Senin, 15 Oktober 2018

AYA (Percikan GADIS)



Percikan GADIS lagi aja deh. Lagi-lagi dimuatnya udah lama. Belum sempat nulis yang laiiiiin. >///<

======
AYA
======


Punya teman pendiam (yang seperti Aya) itu tidak asyik. Kalau sedang sedih, dia cuma bermurung diri dan tidak menceritakan apa-apa. Kalau sedang gembira, wajah cantik yang kalem itu hanya akan semringah sekadarnya. Aku bosan sebangku dengan patung hidup. Jadi kupikir aku akan pindah bangku saja.

“Chika mau pindah?” Aya bertanya.

“Iya, gerah di sini, aku mau di dekat pintu saja, Ay, dengan Adnan. Kamu nggak apa-apa ya duduk sendirian?”

Aku pasti mengkhayal ketika merasa melihat ada sorot sedih di matanya. Buktinya, setelah menganggukkan kepalanya satu kali, Aya tidak berkata apa-apa. Gadis itu kembali menunduk, dan melanjutkan membaca bukunya.

***

“Berarti kamu suka pilih-pilih teman ya, Chika? Hahaha.” Adnan berceletuk begitu aku selesai bercerita tentang betapa membosankannya Aya.

“Maksudnya?” Dahiku berkerut. “Aku nggak pilih-pilih kok. Kubilang kan aku cuma bosan, Nan. Aya mungkin memang nggak butuh teman, sedangkan aku bosan kalau nggak ngobrol-ngobrol. Jadi ya aku pindah. Memangnya salah?”
Raut wajah Adnan berangsur-angsur berubah serius.

“Nggak salah.” Adnan tersenyum. “Tapi nggak ada yang nggak butuh teman. Dan setahuku teman dekat Aya itu cuma kamu, kan? Sekarang dia sendirian. Kamu nggak kasihan? Padahal, meskipun kamu sebangku dengan dia, kamu tetap bisa bergaul dengan teman yang lain, Chika. Sedangkan dia? Coba kamu…”

“Hei, kok kamu segitunya, sih? Kamu naksir Aya, ya? Ciyeeeeee!”

Sebetulnya aku asal ucap saja supaya Adnan berhenti berceramah. Tapi sepertinya, aku melihat wajah Adnan memerah.

***

Aya anak yang rajin. Biasanya, kalau aku tidak sempat mencatat, ia memperbolehkanku membawa pulang buku catatannya. Sekarang, setelah seminggu tidak sebangku lagi dengan Aya, aku ingat bahwa sudah lama aku tidak bicara dengannya.

“Hai, boleh pinjam catatan?” Setelah pelajaran Kimia usai, aku menghampiri meja Aya.

Aya mendongak. “Chika? Aya kira Chika nggak mau berteman lagi dengan Aya.”

Aku mengernyit. “Eh? Kata siapa?”

Aku seperti ditampar ketika kemudian melihat Aya cepat-cepat mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Ia menangis. Aku segera duduk di sebelah bangkunya, dan memegang bahunya. Selama ini aku tidak pernah melihatnya menangis.

“Aya kira Chika nggak suka jadi teman Aya. Aya minta maaf kalau Aya punya salah. Aya sendirian terus seminggu ini. Rasanya aneh. Dada Aya sesak. Aya ingin Chika duduk di sini lagi tapi Chika pasti nggak mau dan Aya…” Suaranya terputus oleh isakan.

Hatiku mencelos. “Teman kita banyak, Aya. Tiga puluh lebih. Harusnya Aya berteman dengan semuanya. Kenapa Aya sedih hanya karena nggak sebangku lagi dengan Chika?”

Aya masih menangis. Aku tidak tahu bagaimana rasanya jadi dia. Tapi seminggu terakhir ini Adnan menjejaliku dengan nasihat yang terus diulang-ulang. Kata Adnan, semua orang punya karakteristik berbeda-beda. Kalau aku suka keramaian, mungkin Aya tidak suka. Kalau aku suka berkenalan, mungkin Aya tidak suka. Dan kegunaan seorang teman, kata Adnan, adalah untuk memahami dan menerima setiap karakter dari temannya.

“Iya. Aya akan berteman dengan yang lain. Tapi Aya sedih kehilangan Chika...”

Aku tertawa sekaligus merasa terharu sampai mataku berair. Aku tidak tahu ia menganggapku seberharga itu. Aku merasa bersalah, tapi juga bersyukur jika dengan ini Aya menyadari bahwa berteman dengan semua orang adalah hal yang penting. Setelah isak kecil Aya mereda, tiba-tiba aku punya ide bagus.

“Ngng, Aya. Untuk permulaan, kamu mau kucarikan teman sebangku yang baru nggak?”

Aya menatapku, terlihat agak ragu. Tapi ketika kemudian ia mengangguk, aku segera memutar kepalaku untuk mencari calon teman sebangku Aya. Aku sudah menduga bahwa orang itu memperhatikan kami. Mungkin sedari tadi ingin mendekat tetapi tidak berani.

Kulambaikan tangan untuk memanggilnya. “Hoi, Adnan! Coba ke sini!”

Aku tahu Adnan pasti akan gembira sekali.***

Ninuk Anggasari


EmoticonEmoticon