04/01/2012 - 05/01/2012 - AngeLinuks

Sedang mencoba terus berbenah. Hope you enjoy it. :)

Latest Update
Fetching data...

Minggu, 15 April 2012

(Hidup) Kita



Aku tidak tahu siapa yang benar-benar salah atas ketidakpuasan seseorang terhadap orangtua, terhadap kakak, terhadap adik, atau yang lebih dangkal justru terhadap materi yang keluarga mereka punya. Jujur saja aku tidak tahu.

Kalau kau tanya Gepeng, barangkali dia akan memberikanmu jawaban sama dengan yang pernah dikatakannya padaku: "Kan masih untung samean terlahir sebagai manusia, Mbak. Coba kalo misale samean lahire dadi asu. Piye?"

Astaga. Ncene lucaaakkkk lambene Gepeng iku.

Aku tidak pandai menunjukkan sayang, cinta, rasa khawatir, atau segala bentuk perhatian secara verbal kepada orang lain. Kalau marah sih gampang ya, tinggal bentak. Tapi cinta? Mengkomunikasikannya tidaklah mudah. Percayalah.

Barangkali kesulitan inilah yang juga dihadapi oleh Ibu dan Bapak. Aku tidak pernah peduli bagaimana perasaan orang rumah ketika aku harus pulang larut malam. Kenapa nenekku begitu cerewet, kenapa Bapak lebih memilih diam, kenapa Ibuk lebih suka menyimpan sendiri kekhawatiran. Semalam, setelah sekian lama aku tidak pernah pulang malam, justru sms dari Putralah yang membuatku—sedikit tercengang.

”Pulang jam berapa?”

....lalu,

”Mole dulien malem.”

Kupikir itu dilakukannya karena diminta Bapak. Tapi begitu aku sampai rumah dan menemukannya berdua saja dengan Ade di depan TV, tahulah aku bahwa Bapak sudah tidur. Jadi Putra mengirimiku sms atas inisiatifnya sendiri? Haha. Luar biasaaa. Tapi apa iya, ya? Aku terharu, pokoknya.

Itulah yang membuatku berfikir untuk mengiriminya sms beberapa menit yang lalu.

”Pulang jam berapa hooo?”

Nggak dibales.

Putra ke mana ya? Tadi siang Bapak memarahinya karena dia berkali-kali cerewet minta motor New Vega. Kemarinnya lagi minta Satria FU. Sebelumnya lagi minta Vixion. Plis deh. Itu bocah lahir di mana sih? Dikiranya nyari duit gampang? Aku minta duit buat servis Kikan (yang paling cuma 30ribu) aja nggak dikasih-kasih. >.<

Lalu, salah Putra atau salah Bapak?

Aku tahu Putra tidak pernah memilih mau lahir di keluarga siapa. Toh kalau kata Gie, nasib terbaik malah ketika kita tidak pernah dilahirkan. Tapi ... ah, aku jadi ingat Georg Roed di buku Gadis Jeruk, yang menerima surat dari mendiang ayahnya, yang telah ditulis belasan tahun sebelumnya. Ajaibnya, isi dari belasan lembar surat itu ternyata adalah permintaan maaf. Maaf karena apa? Karena secara tidak langsung, dia dan Veronika (istrinya) lah yang menyebabkan Georg lahir dan hidup ke dunia. Menjalani dongeng besar yang bahkan ayahnya sendiripun tidak tahu apa gunanya.

Haaaah.

Terus, salah gueh? Salah temen-temen gueh?

Kadang aku berpikir, kalau aku tidak punya orangtua, tidak punya saudara, aku bisa hidup seenaknya. Bertanggungjawab sendiri atas apa yang kulakukan setiap pagi sampai pagi berikutnya. Tapi memangnya bisa? Sedangkan aku sendiri tahu, tidak ada tempat yang paling baik selain rumah. Tidak ada orang yang paling tulus selain keluarga. Aku sudah memahami itu meski masih sering sekali lupa.

Setidaknya, kalau memang kita belum faham untuk apa tujuan hidup sebenarnya, kita masih berbahagia karena menjalaninya bersama-sama.

Haaah. (lagi)

*lirik jam*

...........dan Putra belum pulang.

Heran deh. Anak SMA kok nggak punya facebook sih? Nggak punya blog lagi.

Kasuuus. Kasus.
Read More