Tidak, ini bukan
doa. Ini hanya sebuah tanya. Pertanyaan lancang yang kadang menelusup padaku
sewaktu-waktu. Pertanyaan yang membuat dadaku sesak, karena aku tidak pernah
berharap akan mampu menemukan jawabannya.
Bapak...
Sudah belasan
kali beliau pergi ke rumah sakit untuk kontrol. Saluran pernafasan yang (kalau
tidak salah) bulan lalu dibersihkan melalui operasi kecil oleh Dokter THT,
harus dibersihkan lagi dan lagi. Hampir setiap dua kali dalam seminggu. Tidak
kunjung sembuh juga. Kenapakah kira-kira?
Bapak adalah tipe
laki-laki optimis yang jarang sekali khawatir dengan suatu hal. Tetapi tentang
sakit dan operasi kecil ini, kulihat beliau menanggung banyak ragu dan
kekhawatiran.
Hari itu,
(lagi-lagi aku lupa tanggalnya) adalah hari dimana operasi kecil Bapak
dilaksanakan. Aku, Ibu, dan kedua adikku menemani ke rumah sakit. Menunggu di
kursi depan poli THT sampai kemudian Bapak keluar dengan kapas di lubang kiri
hidungnya. Untuk pertama kalinya kulihat raut Bapak begitu pucat. Katanya,
sebuah besi menyogrok hidungnya sampai (sepertinya) menggerus tulang pipinya. Entah.
Aku tidak tahu apa-apa soal kedokteran. Tapi kupinta Bapak untuk tak perlu
menjelaskan. Kupinta beliau diam saja supaya kapas panjang yang konon menembus
nyaris ke kerongkongannya itu tidak membuatnya mual. Aku tidak tega. Mata Bapak
berkaca-kaca.
Aku iba. Ingin
menangis tapi gengsi. Hahaha. Maka kubuat lelucon pada Ibuk bahwa ekspresi Bapak
terlihat seperti bayi. Lucu sekali. Ibuku tertawa. Aku juga. Tapi setelahnya segera
kubaca koran tinggi-tinggi di depan wajahku, supaya tak ada yang melihat ada
beberapa tetes airmata yang tak kuasa kutahan jatuhnya.
Kupikir setelah
itu selesai perkara. Tapi rupanya Bapak belum sembuh juga. Kemarin mereka
(Bapak dan Ibu) pergi kontrol lagi. Saluran pernafasan bapak dibersihkan lagi. Bayangkan,
mengulang-ulangi proses pembersihan itu kupikir seperti membuat luka yang sudah
hampir kering kembali baru. Tapi bagaimana lagi. Meskipun sepertinya Bapak
terkesan agak khawatir, toh tidak ada cara lain lagi. T____T
Ngomong-ngomong,
dokter itu juga manusia. Kuharap tidak ada mal praktek untuk proses penyembuhan
Bapak, Ya Tuhan...
Apalagi sekarang
Bapak mulai skeptis, sepertinya. Tadi pagi beliau tidak meminum Amoxcillinnya.
Katanya, itu obat penurun panas. Berhubung Bapak tidak panas, jadi tidak beliau
minum.
“Iya kan ya, Nak?
Amoxcillin itu obat penurun panas?”
Aku mengedik. Tidak
tahu. -____-
Lalu Bapak
bekerja lagi. Kucoba mencari di internet tentang Amoxcillin (untung modem
sedang ada pulsa). Ternyata, Amoxcillin itu obat infeksi. Mana boleh Bapak
tidak minum obat infeksinya. Fuaaaah. Bapaaaaakkkk kah! Untung saja ada
internet kan?
Ayo Bapak,
sembuhlah...
Kau belum pernah
dengar betapa bersyukurnya aku punya ayah sepertimu kan? Hanya karena aku tidak
pernah bilang, bukan berarti aku tidak sayang. Bahkan Putra, anakmu yang bebal
dan hobi sekali membuatmu marah itu juga pasti amat sangat sayaaaaang sekali
kepadamu.
Tetaplah sehat
ya. Kau, dan Ibu, harus lihat ketiga anakmu jadi orang sukses kelak, orang
sukses yang akan membuatmu bangga dan bahagia. Tidakkah kau pikir itu penting? Cepat sembuh ya... :)
rasanya tidak ada bapak adalah: kamu menjadi bapak
BalasHapushahaha, terimakasih sudah komen dan membuat saya menangis karena membaca ini lagi. :D
BalasHapus