Aku sering melihat bagaimana orang
dewasa bersikap seperti anak-anak. Tapi, yang lebih sering kulihat, orang
dewasa suka sekali marah-marah pada anak-anak. Menyebalkan, ya, orang dewasa
itu? Mereka semaunya. Mentang-mentang sudah tua dan bisa mencari uang sendiri
untuk memenuhi kebutuhan perut—yang adalah perutnya sendiri.
Kau tahu, aku mendambakan kehidupan
di mana aku bisa mengatur sendiri hidupku. Melakukan ini dan itu seperti apa
yang kuinginkan. Menolak ini dan itu seperti apa yang tidak kuinginkan. Mungkin
semua orang juga sama. Semua orang punya hak untuk melakukan apapun yang mereka
mau tanpa perlu disuruh-suruh, diatur-atur, atau dimarah-marahi oleh siapapun.
Aku menyadari ini ketika semalam aku
berada di dapur dengan Gita. Aku termasuk yang jarang (sungkan, red) menyuruh
orang lain jika aku bisa melakukannya sendiri. Tapi pada Gita aku tidak
sungkan. Dia ‘kan lebih muda. Gampang dimarahi pula. Haha.
Semalam, aku sedang memotong kacang
panjang ketika Gita datang dan ikut membantuku memotong-motong kacang panjang.
Ketika kemudian kukatakan padanya, “Kamu ngupas bawang putih aja gih, Git.”
Gita melirik tak suka lalu memberengut. Itu ekspresinya ketika sedang sebal. Ia
memang sering berekspresi seperti itu. Tapi ketika ekspresi itu dikeluarkannya
begitu aku memintanya melakukan sesuatu, artinya ia tak suka itu.
Mungkin, di mata Gita, aku sudah
termasuk ke dalam jajaran orang dewasa menyebalkan yang suka semaunya.
Ngomong-ngomong, apa sih yang
dipikirkan para tukang perintah di dunia ini ketika mereka memerintah orang
lain, padahal mereka bisa melakukannya sendiri? Kadang, seseorang lupa sampai
di batas mana mereka boleh mengatur, sampai mana mereka hanya boleh melihat,
sampai mana mereka hanya boleh mengelus dada ketika orang lain berbuat
apapun.
Kehidupan memang adalah perkara
pengaturan terhadap diri sendiri, bukan?
EmoticonEmoticon