AngeLinuks

Sedang mencoba terus berbenah. Hope you enjoy it. :)

Latest Update
Fetching data...

Senin, 08 April 2019

Definisi Foya-Foya

Definisi Foya-Foya


Gaya hidup mana sih yang paling sesuai sama kamu?

A. Hidup hemat dan seperlunya demi bisa menabung

B. Hidup santai let it go jalanin aja tanpa perlu memikirkan tabungan, toh hidup ini cuma sekali yok kita bikin hepi?

C. Nabung banyak tapi tetap hepi. #HOWEEE

Beberapa bulan terakhir saya susah payaaah banget berhemat, terus jadi kaget kok masih banyak sih pengeluarannya? Sampai rasanya kayak; Ya Allah sumpek yaa ternyata jadi orang hemat itu demi apa aku melakukan semua ini sih demi apa. :3

Betapa tetek bengek berhemat ini bikin saya spaneng. Serius. Spaneng banget sampai susah sekali mencari celah untuk tersenyum sambil menikmati sejuknya semilir angin dunia~

Kok bisa spaneng sih, apa nggak jalan-jalan?

Jalan-jalan loh. Meski cuma lihat-lihat rusa di Galaxy atau naik kereta kayu di kebun kopi. Harusnya, kalau benar jalan-jalan bikin refreshing, saya akan kembali segar dan santai lagi. Nyatanya kok tetap tegang dan jadi mikir aduh pengeluaran hari ini kok banyak banget yaaaaa. XD

Kemarin sempat terpikir bahwa, jangan-jangan ya emang beginilah efek sampingnya. Seperti diet, yang harus mati-matian menjaga pola makan demi bisa hidup lebih sehat, berhemat juga seperti itu. Harus mati-matian menjaga keinginan demi lebih sehatnya keuangan. Untuk awal-awal, karena belum biasa, kita jadi spaneng sekaligus merana. Rasanya ingin meratap; "Duh napa begini bangaaat yak idup guwa."

Mmmm.

Atau mungkin ada ya pola diet dan berhemat yang enggak bikin merana? Atau bisa hanya dengan cara mengubah sudut pandang dan manajemen syukur saja?

Waaa, nampaknya berat ya. Sek coba tak renung-renungkan dulu aja. :v



PS: Ini judulnya berat kok tapi isinya ngawang. Gak apa-apalah sekali-kali yaaaa.
Read More

Sabtu, 16 Maret 2019

Mengapa Lansia Perlu Dibantu


Image from here

Pagi kemarin saat melewati lahan kecil tempat pembuatan bata, saya melihat seorang kakek tua sedang mengaduk pasir dan semen. Baru saya tahu bahwa rupanya beliaulah yang selama ini membuat bata-bata di sana, seorang diri.

Pernah juga saya menemukan seorang Nenek yang sejak pagi buta sudah pergi ke pasar jalan kaki. Iya saya pernah ketemu, kirain Nenek ini mau ke mana kok bawa-bawa tas anyam. Saya yang naik motor cuma sampai di rasa penasaran aja, bukannya berhenti kek, nawarin tebengan kek, malah terus melaju beratus-ratus meter jauhnya melawan dinginnya angin subuh. Sepulang dari pasar, kaget saya karena melihat si nenek rupanya belum sampai. Oh beneran ternyata beliau tu mau ke pasar juga. Ya elah kenapa tadi gak aku tebengin ya. T===T

Sejak 2016 PKH menambah Lansia untuk bisa masuk juga sebagai kategori komponen. Lalu mulai banyak KPM-KPM sepuh yang datang ke pertemuan kelompok. Ada yang masih segar dan pandai melucu. Ada yang meski langkahnya sudah berat tapi masih ceria. Ada yang muram. Ada yang ramah dan murah senyum. Terlalu beragam hingga bikin saya pun sadar bahwa; oh, iya, para lansia ini juga butuh loh dikasih bantuan. Butuh banget malah. T===T

Karena tidak semua lansia punya pensiunan, atau tabungan, atau kalau beruntung hidupnya full dibiayai anaknya. Tidak semua seberuntung itu sebab bahkan orangtua yang dibiayai anak pun, belum tentu anaknya nggak pontang-panting cari nafkahnya. Kan anak-anak mereka juga punya keluarga, punya anak yang butuh makan dan sekolah. Sedih kan kalo orangtua harus bergantung total sama anak padahal anaknya juga susah? Ortunya sedih karena ngerepotin, anaknya ya sedih karena kenapa dia nggak berdaya menanggung orangtua.

Ah jadi mellow. T====T

Konon, generasi yang menanggung orangtua dan anak mereka sekaligus gitu dinamakan generasi sandwich. Kayak isian sandwich gitu kan ceritanya, dia bertanggung jawab bikin enak roti atas dan bawah sekaligus. Gitu kali ya maksudnya tau ah gelap. :3

Kalau ada bantuan yang dikhususkan lansia, bagus banget menurut saya. Maka uang bantuannya bisa dimanfaatkan untuk beli susu, misalnya, beli daging atau ikan atau buah untuk pemenuhan gizi, beli suplemen vitamin, untuk baju pun gak masalah sih kayaknya karena kadang mereka bajunya udah kusam dan itu-itu aja. :"(

"Mengapa lansia perlu dibantu?"

Kata salah satu soal di kuis yang saya kerjakan beberapa bulan lalu. Pilihan jawabannya ada a, b, c, d, e. Dan jawaban paling tepat adalah e. Semua benar. Karena ada sekian banyak alasan seperti dijabarkan dalam poin a sampai d, dan tahu nggak salah satunya apa?

"Karena lansia adalah kita di masa yang akan datang."

Rumit lho jadi lansia itu. Mereka pun rawan mengalami kecemasan-kecemasan karena emosinya rawan berubah. Mungkin karena berat ya rasanya mengalami penurunan kemampuan fisik. Kaki yang dulunya bisa lari kencang perlahan mulai tidak tegap saat berpijak. Mata yang dulunya awas, mulai harus memicing agak lama baru bisa melihat dengan jelas dan mengenali; oh ini kamu ya cucuku? Beberapa ada yang jadi pikun, sering gelisah, tremor, belum lagi kalau ada masalah kesehatan lain. Lalu mereka jadi sering sedih, kesepian, kangen anak cucu, kangen pasangan yang sudah lebih dulu berpulang...

Entah saya kalo membayangkan hari-hari di masa tua kok bawaannya muraaam sekali. Meski tentu ada juga masa tua yang menyenangkan. Ada yang tetap sehat meski sudah 70 tahun. Ada yang masih kuat berlari. Ada yang makin khusyuuuk sekali beribadah dan lebih berserah.

Semoga kita dan orangtua kita termasuk yang sehat dan bahagia ya.

Banyak-banyak bersyukur, jaga kesehatan, sering olahraga, banyak minum air putih ya makanyaaaa. Iya ini ngomong sama diri sendiri.

Jika kamu setuju bisa simpan dalam hati sama-sama yaaaa. Salam sayang untuk keluarga! :*
Read More

Jumat, 22 Februari 2019

Orang Lain



Saat kuliah dulu, saya pernah secara sengaja datang ke rumah sakit hanya untuk melihat-lihat. Duduk di kursi panjang yang sama dengan orang-orang yang menunggu antrian, melihat orang didorong dengan kursi roda, melihat yang stroke, yang penuh luka perban, yang terkantuk-kantuk sambil menggamit gulungan koran. Saya pernah iseng banget datang hanya untuk duduk dan diam.

Iya. Kurang kerjaan banget. Gimana bisa anak muda ini senganggur itu bukannya belajar atau cari uang tambahan? :3

Beberapa hari terakhir ini, saya kembali duduk di antara mereka. Karena periksa sendiri, karena memeriksakan Nina, karena mengantre obat, pokoknya sering banget ke rumah sakit dan ketemu orang-orang yang dulu ingin saya amati dengan kurang ajarnya. Anehnya justru sekarang saya sama sekali nggak tertarik untuk mengamat-ngamati orang lain. Kali ini, kalau saya ingin ngobrol ya ngobrol aja, kalau enggak ya main hape aja, kalau ditanya ya jawab aja. Hingga kemarin siang, saat mendudukkan diri di kursi tunggu, seorang gadis menyapa saya.

"Mbak mau periksa ya?"

Blablablabla.

Lalu dia cerita kalau dia mau ambil hasil lab.

"Ada benjolan di mana?" Saya bertanya.

Penasaran soalnya. Sampai saya sadar belakangan bahwa mungkin tidak semua orang nyaman ditanya sakitnya apa, apalagi sampai dikejar ke; benjolannya di mana?

"Di payudara."
"Besar?"
"Sepuluh senti, Mbak."
"Wah besar ya. Udah lama? Di kiri apa di kanan?"

Terus mendadak kayak sesaaakkk sekali dada ini membayangkan benjolan apa gerangan yang ada di payudara anak itu. Dia baru lulus SMA, tidak lanjut kuliah, wajahnya tirus dan kalem. Manis dan cantik. Seusia adek saya. Ada benjolan 10 cm di payudaranya dan belum tahu itu apa. Rasanya saya kepingin nangis sambil peluk dia erat-erat.

"Mungkin nanti dioperasi," katanya.

Operasi yang sampai mengangkat payudara itu, Dek? Semoga bukan ya. Kalaupun terpaksa payudara kamu diangkat, semoga tuntas sampai di situ aja penyakitnya nggak pakai nyebar kemana-mana. Semoga kamu diberi kesehatan dan waktu hidup yang panjang untuk menunaikan semua mimpi dan angan-anganmu, Dek.

Terimakasih sudah mengingatkan aku soal syukur yang tidak terhingga.
Read More

Senin, 28 Januari 2019

Orang-orang Yang Menyumpahi

Image from here

Saya pernah jadi orang sok tahu. Mungkin sampai sekarang masih sering. Seolah saya lupa bahwa orang sok tahu tentu identik sekali dengan satu hal; menyebalkan. Ya kadang saya sadar sih kalo menyebalkan, tapi sering kelepasan gitu, gimana dong. :(

Saat masih lajang dulu pernah ada kawan yang tanya; "Kok rambut kamu bisa lurus gitu sih nggak mental-mental kayak punya aku?" Mental itu maksudnya ngetril gitu. Duh apa ya indonesianya. Pokoknya kalo rambut sering diiket atau keseringan kena helm kan biasanya mencuat tuh. Kami bilang itu mental namanya.

Dengan sangat sok tahu saya jawab sama dia; "Iya aku gak pernah iket rambut soalnya. Mandipun gak aku iket jadi digerai terus. Makanya nggak mental deh."

Entah beneran atau cuma pura-pura, kawan saya ini percaya. Sialnya, beberapa hari setelah sok ngajarin gitu, rambut saya tahu-tahu mental. Yhaaaa. Nggak diapa-apain mental sendiri. Kok ya malu-maluin.

Saat masih kuliah, di kampung kami banyak anjingnya. Yang paling sering dijadikan tongkrongan para anjing adalah gerbang sekolah yang berada tepat sebelum rumah saya. Lagi-lagi, seorang teman bertanya kenapa saya bisa begitu berani melewati anjing-anjing ini saat pulang malam. Apalagi saya hampir selalu pulang malam karena ya kuliahnya memang sampe malam. "Apa nggak pernah dikejar? Kok aku sering dikejar ya." Gitu katanya.

Sok tahu lagi, saya bilang sama dia; "Kalo lewat di deket anjing-anjing itu, kakiku tak naikin ke depan jadi mereka nggak pernah ngejar. Cobain wes kamu besok. Pasti nggak akan ngejar."

Besoknya saya pulang malam lagi. Santai, saya melajukan motor masuk gang. Begitu hampir melewati sekolah yang di gerbangnya sudah standby anjing-anjing besar itu, saya langsung menaikkan kaki. Setelah hampir dekat, alangkah kagetnya saya ketika tahu-tahu ada anjing yang menyalak. Saya kaget. Lebih kaget lagi karena anjing ini ternyata mengejar saya masih sambil menyalak nyaring "Guk! Guk! Guk!". Astaga saya langsung tancap gas dalam kondisi kaki naik ke depan sambil jerit-jerit; "BAPAAAKKKKK!!! BAPAAAKKKKKK!!!!" Motor yang harusnya beebelok ke halaman rumah, malah bablas saya lajukan lurus sejauh-jauhnya sampai si anjing berhenti mengejar. Karena rumah saya deketan sama teman yang saya sok ajarin itu, besoknya dia ngeledek; "Kamu kenapa kok semalem jerit-jerit? Dikejar anjing ya?" Du adu. Muka mau taruh di mana ini muka?

Mungkin itu yang namanya karma. Atau sekadar kemakan omongan sendiri. Atau kualat. Atau apapun lah namanya yang intinya si orang yang sok tahu dan sesumbar akan mengalami berkebalikan dengan apa yang dia sombongkan.

Ngomong; "Cepetan nikah kamu tu udah tua loh. Aku aja seumur kamu udah punya anak dua."
Kenyataan; beberapa tahun kemudian dia cerai.

Ngomong; "Nggak enak ya punya bayi gede di perut gitu, susah ngelahirinnya. Mending gede di luar aja kali."
Kenyataan; bayinya dia lahir 4.5kg

Ngomong; "Aku tu mau beli tanah aja, gak suka kredit-kredit. Ini lagi nabung  biar nggak banyak hutang."
Kenyataan; sampe mati gak kebeli juga tanahnya.

Ngomong; "Kalo anaknya pingin gendut sehat tuh harus banyak-banyak dikasih protein hewani. Kasih buah. Kasih makanan bergizi. Ya kali anak-anak dikasih nasi sama kuah bening doang kapan gedenya?"
Kenyataan; anak sendiri gak mau makan meski udah dibeliin aneka macam makanan terus akhirnya jadi kurus.

Sounds familiar? Pernah dengar atau justru pernah mengalami sendiri? Iya. Kayak saya dong banyak pengalaman. Wq. :3

Sampai sekarang saya masih sering terbawa sok tahu. Kok ya nggak belajar gitu. Kok ya nggak waspada. Mungkin karena demikianlah ego manusia, begitu sadar dirinya punya kelebihan, langsung sesumbar seolah nggak ada yang bisa membolak-balik semua.

Sempat saya berpikir mungkinkah rasa tidak suka orang lain dapat berakibat buruk pada kita? Kan kalau kita suka ngomong sembarangan, suka sombong, suka sok tahu, orang-orang kan dengernya jadi kezel tuh. Mungkin bahkan mereka sampai nyumpahin jahat macam contohnya;

a. "Pamer banget sih mentang-mentang bisa beli rumah baru. Awas besok miskin dijual lagi."
b. "Dih cuma romantis gitu doang diomongin terus, diupload terus, kok ya kayak enggak bisa cerai."
c. "Punya anak sampe dibanggain segitunya, coba kalo besok nggak jadi masuk sekolah favorit jangan-jangan dia bakal nangis darah."

Nah sialnya, saat si orang a, b, c, beneran jadi miskin dan cerai dan anaknya cuma masuk sekolah biasa, kita akan dengan gampangnya  menyebut mereka kena karma gara-gara sombong berlebihan.

Padahal ya siapa sih yang nyebelin? Orang yang ngegosip dan ngejudge macam-macam atau kita yang kelewat sombong sampe orang lain jadi kesel sih?

Yha... Iya. Keduanya. Sama-sama nyebelin.

Namun karena kita bukan avatar yang bisa mengendalikan angin air api dan udara maka yang bisa kita lakukan ya cuma mengendalikan diri sendiri aja. Semacam mati-matian mensugesti diri untuk; "Sssst, jangan sombooong." Dan atau; "Sssstttt jangan gosiiiip..."

Yang adalah sungguh bukan perbuatan mudah untuk tidak melakukan keduanyaaaa. Wkwk. Tapi ya bisa belajar sih. Meski sangat susah payah. Ya tapi bisa dicoba dulu kali ya.

Iya.

Dicoba dulu ya biar sifatnya nggak jelek terus yaaaa.
Read More

Selasa, 20 November 2018

Orang-orang Yang Berubah Pikiran

Image from here
Saya pernah dengar orang lain dikata-katain blunder saat apa yang dia lakukan bertolak belakang dengan statement yang sebelumnya pernah ia sampaikan. Misal, setahun yang lalu pernah bilang; saya hanya akan makan apapun yang alami, tidak akan pernah makan junk food. Eh taunya sekarang doyan. Kata netizen sih yang kayak begitu itu namanya blunder. Bener nggak sih?

Takut jadi orang blunder inilah alasannya, mengapa saya sempat maju mundur untuk blogging. Karena saya sadar diri bahwa saya sering mengalami perubahan pola pikir, entah dengan alasan kuat atau malah cuma remeh temeh. Tapi saya sadari saya kadang cepat berubah. Takutnya, kalau kelak ternyata saya menyalahi statement sendiri di blogpost-blogpost lama, apa artinya saya blunder?

Nah, sekarang kok saya ngeblog lagi ternyata, apa sudah lebih ajeg dan berpendirian? Wk.

Sebetulnya, orang-orang yang dicap blunder itu nggak sepenuhnya salah juga, menurut saya. Sebab siapa sih yang akan bertahan dengan pola pikir yang sama dan itu-itu saja sampai akhir dunia? Siapa sih yang nggak lantas berubah jadi; "oh iya ya, beginipun boleh juga ternyata." Saat menemukan hal yang baginya lebih baik? Lepas dari lebih baiknya ini betul atau salah, karena selalu relatif dan subyektif, seenggaknya kalau dia berubah mungkin menurut dia ya ini lebih baik, mungkin begitu.

Bagi saya, itu enggak apa-apa. Berubah pikiran, adalah hal yang lazim dilakukan manusia kebanyakan.

Karena bahkan di dunia nyata pun manusia memang begitu, berubah-ubah. Saking saja nggak ada bukti otentik bahwa mereka pernah punya pemikiran bertolak belakang. Nah kalau di blog kan ada. Kalau lantas di kemudian hari ada yang sengaja membanding-bandingkan statement lama dengan aktivitas baru lalu yang bersangkutan dicap blunder, ya mungkin dia lagi apes aja. Mungkin memang perubahannya cenderung negatif, merugikan orang lain, sampai memicu pro kontra, atau saking pengamatnya aja yang kurang kerjaan dan terlalu membesar-besarkan.

Maka sekarang saya ngeblog lagi. Bukan karena nggak takut blunder. Barangkali, justru blog bisa begitu berguna merekam apa-apa yang saya pernah pikirkan. Kalau kelak lagi iseng, mungkin saya bisa baca-baca lagi. Untuk bercermin. Oh ini loh isi kepala saya di tahun ini dan bulan ini. Oh ini pas masih berani, oh sekarang penakut dong? Oh yang ini malu-maluin yaa ternyata. Dan berbagai kemungkinan reaksi lainnya.

Ya semoga aja dari waktu ke waktu perubahan kitorang semakin baik, ya. Tidak jalan di tempat, tidak pula balik kanan maju jalan. Ya iya kan ini kehidupan, bukan barisan pengibar bendera.

Udah malem, by the way. Selamat blogging. Jangan lupa gosok gigi sebelum tidur yaaa.

Read More